Cerpen - Maafku Matimu
Pagi-pagi
Nesya sudah marah-marah. Wah, wah, bisa gawat nih!
“Aduh,
papa mana sih, Ma? Kok belum pulang juga? Nesya kan mau sekolah. Nanti telat!”
omel Nesya sambil mondar-mandir di depan pintu rumah. Matanya kembali melirik
jam dinding yang ada di ruang tamu.
“Sabar
dong. Papa kan shift tiga, sayang. Pulangnya baru lima menit lagi. Lagian baru
pukul enam. Bel masukkan pukul tujuh kurang lima.” Bujuk mama seraya mendekati
anak gadisnya itu.
“Ah,
Mama! Nesya ada janji dengan Chris mau menyebarkan majalah baru sebelum
pelajaran dimulai. Udah deh, Nesya naik angkot saja!” kata Nesya lalu
mencangklongkan tasnya di meja depan rumah.
“Tapi
Nes…”
“Nggak
ada waktu lagi, Ma. Bye!”
“Bye…
hati hati ya nak”
“Iya
Ma…” teriak Nesya sambil bergegas menuju depan gang.
***
Kini
Nesya sudah sampai di depan ruang majalah SMA xxxxxx dengan nafas ngos-ngosan.
Dan untungnya dia tidak terlambat untuk menyebarkan majalah ke teman-teman.
Jadi dia tidak akan kena semprotan ocehan dari Chris.
Dan
kini waktunya Chris dan Nesya masuk kekelas masing-masing. Yaps, kelas mereka
memang berbeda, tapi kelas mereka bersebelahan, hanya dibatasi dengan ruang
majalah saja.
***
Kriiing…
kriiing…
Suara
bel istirahat sudah berbunyi, dan tandanya Nesya harus bergegas menuju ruang
majalah. Kenapa? Selain dia pengurus majalah sekolah di SMAnya, disana dia juga
bisa bertemu dengan cowok manis dengan lesung pipinya yang menawan. Siapa lagi
kalau bukan Christopher, cowok incerannya yang sekaligus partner kerja dia.
Tapi, demi jaga image, ia mesti menyimpan rapat rasa itu didalam hati saja dan
lagipula Chris begitu ia biasa dipanggil sudah mempunyai pacar.
Tapi meski
banyak fans, Chris tetap tampil apa adanya. Bisa bergaul dengan siapa saja,
tidak pernah macam-macam.
Melihat
Chris sedang berada didepan computer yang berada di ruang majalah, ia langsung
menghampirinya dan berusaha untuk mengajak berbicara, sekalian modus.
“Hai
Chris…” sapa Nesya dengan senyuman.
“Hai
Nes…” sahutnya dengan membalas senyum Nesya.
Saat
melihat senyumnya Chris, Nesya tidak bisa berkata apa-apa lagi, dan ia
disadarkan dari kebingungannya dengan tepukan Chris dibahunya.
“Hai
Nes, kok jadi bengong sih….”
“Hehehe
maaf, kurang fokus nih…”
“Bantuin
buat rubrik calon ketua OSIS baru dong.”
“Oke
aku akan selalu membantumu.” Canda Nesya.
Dan
akhirnya mereka menyusun pertanyaan itu dengan bersamaan, ya walaupun satu
computer buat berdua. Hati Nesyapun senang dan bimbang, pikiran Nesya buyar
saat mereka harus mengerjakannya berdua saja. Tetapi suasana itu menjadi hilang
saat Jessica Polzer datang menghampiri mereka berdua.
“Sayang,
ke kantin yuk, lapar nih.” Ajak Jessica.
“Bentar
ya, ini aku lagi mengerjakan tugas sekolah nih.”
“Ya
sudahlah, aku ke kantin sendiri saja.” Kata Jessica dengan rasa sebel dan
marah.
“Oke,
akan aku antar kamu ke kantin sekarang, tetapi nggak boleh lama-lama ya!” jawab
Chris terhadap Jessica.
“Oke
deh!”
“Nesya,
aku tinggal dulu sebentar ya.” Kata Chris terhadap Nesya.
“Oke
tidak apa-apa.” Sahut Nesya dengan rasa kecewa.
Dan
akhirnya, Nesyapun ditinggalkan sendirian di ruang majalah dan terpaksa harus
mengerjakan tugas ini sendirian tanpa seorangpun yang membantunya.
Ya maklum
sajalah kalau sikap Jessica terhadap Chris seperti itu, merekakan sedang
menjalin hubungan – pacaran – Tapi tidak seharusnya sikap Jessica seperti itu terus-terusan.
Gumam Nesya dalam hati.
Kriiing….
Kriiing…
Suara bel masuk
sudah berbunyi, dan Chris pun belum datang ke ruang majalah sampai sekarang
juga. Nesyapun sedikit kecewa terhadap perilaku Chris dan pacarnya itu. Dengan
rasa kecewa, Nesya akhirnya memutuskan untuk segera memasuki ruang kelasnya.
***
Kini Nesya
berjalan menuju rumah sendirian, tanpa seorang Papa yang biasa menjemputnya.
Rubrik khusus tentang calon ketua OSIS barupun sudah selesai ia kerjakan. Walau
tidak rinci, tapi ia puas, karena itu merupakan hasil karya dia sendiri.
Ketika ia sampai
dirumah, ia langsung menulis diary hariannya disebuah ruang pribadinya. Di
ruang itulah ia sering menulis berbagai kejadian yang ia alami pada hari ini.
Ia sering menulisnya dengan pensil bergambar tokoh kartun Stitch dan Lillo
pemberian dari Chris sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke enam belas.
2 April 2010
Chris,
sosok orang yang baik, beruntung jika aku bisa memilikinya, namun hal itu tidak
mungkin terjadi. Aku sadar, Chris sudah ada Jessica, dan merekapun saling
menyayangi. Aku hanya bisa terkagum dengan kebaikan sosok Chris saja.
Semoga
selama aku berada di sekolah ini, aku bisa merasakan bahagia bersama Chris dan
teman-teman lainnya. Serta…
Hoah!
Belum selesai
Nesya menulis, ia sudah menguap dan jatuh tertidur dengan boneka tokoh kartun
Stitch dan Lillo pemberian Chris sewaktu ia ulang tahun yang ke enam belas. Mulai
saat itulah Nesya terkagum dengan sosok Chris yang baik dan tampan.
***
Hari Sabtu sore setelah
pulang sekolah di ruang majalah….
“Nesya, kamu
tahu nggak?” Tanya Chris dengan rasa gembira dan kegembiraan itu membuat Nesya
kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Dengan rasa bingung, Nesya
menggelengkan kepalanya. Chrispun tersenyum bahagia.
“Rubrik yang
kamu buat kemarin dianggap bagus dan menarik oleh bapak Agus – selaku kepala
sekolah – dan bahagianya lagi, sebentar lagi bakal ada perlombaan membuat
berita yang bertemakan hari Kartini, dan kita berdua sebagai wakil sekolah.”
Jawab Chris dengan rasa gembira.
“Hah? Apa iya?
Kamu nggak bercandakan Chris?” jawab Nesya dengan rasa sedikit tidak percaya
dengan berita itu.
“Mana mungkin
aku bercanda, ini serius. Yeee akhirnya kita bisa mengikuti perlombaan ini.”
“Oke,
kalau begitu mulai besok pagi kita mencari info kegiatan menjelang hari Kartini
didaerah sekitar sini. Oke?” pinta Nesya kepada Chris.
“Oke
bos… hahaha”
Jam
dinding yang berada di depan meja computer sudah menunjukkan pukul setengah
lima sore, dan tandanya Nesya dan Chris harus segera pulang sebelum pintu
gerbang sekolah dikunci oleh pak Polen – satpam sekolah.
***
3
April 2010
Hari ini aku senang sekali, selain bisa mengikuti lomba pembuatan berita,
aku juga bisa bekerja bersama orang yang aku cintai selama ini – Chris – semoga
saja aku bisa bekerja sama dengan baik dengannya.
Selesai
ia menulis buku diary hariannya, ia langsung mencari info tentang kegiatan di
computer, dan akhirnya ia menemukan sebuah kegiatan yang menurutnya itu sangat
menarik untuk dimuat sebagai berita.
***
Pada
hari Senin ini, Nesya mengonfirmasikan tentang apa yang telah ia cari kemarin
kepada Chris. Setelah Chris membaca dengan cermat, Chris pun setuju dengan ide
cerita ini. Memang sungguh hebat, Nesya memang penulis handal. Ia bisa mencari
berita yang menarik dengan cepat dan tepat. Tidak salah pilih jika Chris
mendapatkan partner kerja bersamanya.
Mulai
hari Senin ini, Chris bersama Nesya sering berdua di ruang majalah setelah dan
sebelum jam pelajaran dimulai. Mereka saat bersemangat untuk mengikuti kegiatan
ini.
Ditengah-tengah
kesibukan Nesya dengan Chris untuk menyelesaikan karya mereka, datanglah
seorang gadis cantik yang berbau wangi menghampiri mereka berdua. Ya, siapalagi
kalau bukan pacar Christhoper? Memang dia manusia pengganggu.
“Hai
Chris, ke kantin yuk, laper.” Ajaknya kepada Chris.
“Jessica,
maaf banget, aku sedang mengerjakan rubric buat lomba nih. Kamukan bisa ke
kantin dengan teman-temanmu yang lain. Sekali lagi maaf ya.” Jawab Chris dengan
tanpa melirik gadis itu sama sekali. Dalam hati Nesya, ia sangat senang dan
gembira dengan keputusan Chris.
“Yaaah…
kok kamu gitu sih…. Ya sudah deh tak apa.” Jawab gadis itu dengan rasa kecewa
dan marah dan dengan lirikannya yang berarah ke pandangan Nesya.
Setelah
gadis itu pergi, suasana menjadi lebih serius. Nesya dan Chris dengan sibuk
mengerjakan rubric itu berdua saja.
***
Sejak
adanya kegiatan perlombaan itu, kedekatan antara Nesya dengan Chris semakin
erat. Sehingga membuat Jessica semakin iri dengan kedekatan mereka. Secara
Jessica adalah pacar Chris, jadi wajar saja kalau dia iri dengan Nesya.
Kesorean
harinya, Nesya dengan Chris harus pulang lebih akhir lagi, karena rubric mereka
besok harus sudah dikirim ditempat perlombaan.
“Nes,
yuk kita pulang.” Ajak Chris kepada Nesya. Dengan sangat lantang dan gembira
Nesya pun menerimanya dengan menganggukkan kepalanya. “Tapi, aku ijin ke kamar
kecil dulu ya, Nes, gak apakan?” Tanya Chris. Dan sekali lagi Nesya
menganggukkan kepala kembali.
Saat
Chris meninggalkan Nesya menunggu sendiri di depan lobi sekolah. Tetapi
tiba-tiba ia mendengar suara gadis yang sudah tidak asing ia dengar saat ia
sedang mengerjakan tugas majalahnya bersama Chris.
“Ehemmm…
yang dari kemarin sok sibuk!”
Ya,
itu suara Jessica yang sedang berdiri dibelakang Nesya. Mendengar kata-kata
yang agak nggak enak untuk didengar, Nesya pun tak peduli dengan apa yang
dikatakannya.
“Sombong
amat! Nggak punya telinga atau memang pura-pura tuli? Baru mau ikut lomba saja
sudah songong gitu.”
Kali
ini Nesya pun sudah tidak bisa menahan kesabarannya. Ia menoleh geram.
Ketegangannya telah diganggu. Ia mendekati Jessica lalu menatap matanya dengan
penuh tantangan.
“Kenapa
kamu diam? Aku tahu, kamu nggak akan punya nyali buat menghadapi aku. Jessica
Polzer gitu lho!”
Nesya
membalas senyum pada kata-kata yang telah muncul dari mulut Jessica. Dan…
Plak! Ditamparnya muka Jessica yang
mulus dengan sisa tenaganya. Jessica yang nggak siap langsung terjatuh.
“Siapa
yang nggak punya nyali buat menghadapi cewek centil macam kamu?! Orang gila pun
berani sama kamu apalagi aku yang benci banget sama sikapmu yang kayak anak
kecil!” maki Nesya dengan perasaan lega. Jessica pun berdiri dengan sendirinya.
Ada darah disudut bibir Jessica. Kini mata Nesya beralih pada lobi yang ada
didepan pandangannya untuk mencari Chris.
Setelah
berkata seperti itu, Nesya berjalan menuju depan gerbang. Ia menunggu Chris
sendirian didepan gerbang. Ia menunggu Chris dengan perasaan lega. Lega karena
bisa melampiaskan kekesalannya pada Jessica. Hingga tanpa ia sadari, Jessica
sudah berlari ke arahnya dengan membawa sebuah kayu yang tergeletak, sisa bahan
pembangunan halaman depan sekolah.
Jessica
kalap. Dengan sekuat tenaga ia memukulkan kayu itu ke kaki Nesya.
“Jessica!”
teriak Chris dari belakang Jessica. Tanpa ia mempedulikan hal itu, kayu yang
telah ada ditangannya kini telah mendarat di kaki kiri Nesya dengan hantaman
yang keras. Kisi terjungkal nggak berdaya dengan pandangan kosong.
Dan
selanjutnya, tubuh Nesya terserempet sebuah angkot yang melaju kencang.
Tubuhnya makin oleng nggak karuan. Terguling ke tengah jalan raya, berakhir
dengan sebuah motor yang terlambat mengerem. Kaki kanannya terlindas. Darah
menetes dari sekujur tubuhnya. Matanya terpejam perlahan. Tubuhnya lelah.
Napasnya membuuru waktu. Ia bisa melihat Chris yang berlari menghampirinya. Ia
masih bisa melihat ketakutan Jessica. Ia masih bisa melihat langit biru.
Orang-orang yang mulai mengerumuninya.
Beberapa
setelah matanya terpejam, Chris datang tergopoh-gopoh lalu tanpa menghiraukan
semuanya, ia mengangkat tubuh Nesya seorang diri ke dalam mobil milik Pak
Sirait. Dengan panic Pak Sirait menjalankan mobilnya menuju rumah sakit.
***
Saat
di rumah sakit, dokter telah menyampaikan kepada Mama bahwa mulai hari ini,
Nesya tidak akan pernah bisa merasakan nikmatnya berdiri dengan kedua kaki.
Kejadian yang terjadi tadi membuat kaki Nesya harus diamputasi.
Mendengar
hal itu, Jessica tambah ketakutan. Hingga sekarangpun ia belum berani menjenguk
Nesya. Apalagi ketika Pak Ridwan mengetahui bahwa Nesya seperti itu karena
perbuatan anaknya sendiri. Dengan rasa kecewa, Pak Ridwan bingung, harus
bagaimana cara meminta maaf kepada keluarga Nesya. Pak Ridwan merasa permintaan
maafnya akan menjadi sia-sia.
Jessica
hanya bisa menitikkan air matanya. Ia khilaf. Waktu itu ia kalap. Dan yang ada
diotaknya hanyalah membalas sakit hatinya. Kalau saja Nesya tak menamparnya.
Dan, kalau saja ia tak mencela Nesya. Kalau saja dan kalau saja. Ya, dengan
muka yang bagaimana ia harus bertemu dengan keluarga Nesya? Dengan kata yang bagaimana
ia harus minta maaf? Baru kali ini Jessica merasakan kebingungan akibat
perbuatannya sendiri.
***
Ketika
Jessica dan keluarga tiba di rumah sakit, ia tidak tega melihat Nesya berbaring
di ranjang rumah sakit dengan rasa nyeri.
“Nes….”
“NGGAK
USAH MENYEBUT NAMAKU LAGI! PERGI KALIAN DARI SINI!” Nesya berteriak histeris
mengusir keluarga Pak Ridwan. Chris yang berada disamping Nesya pun mengerti
langsung menyuruh keluarga Pak Ridwan keluar dan mengikuti mereka. Mama memeluk
tubuh Nesya. Mendekap erat di dadanya dengan penuh kasih. Air matanya tumpah
mengiringi kesedihan Nesya.
Dan
akhirnya Mama merebahkan tubuh Nesya agar bisa beristirahat. Mengusap air
matanya yang pelan mulai membasahi pipinya lagi. Mama membisikkan kata-kata
saying dan sabar. Hati Nesya sedikit tenang. Namun, ia hanya membisu. Bahkan
ketika mama menyuapinya agar makan, ia menurut dalam diam.
***
Kini
Nesya sudah pindah ruangan, kini ia sudah bisa beristirahat di ruang pribadinya
– kamar. Dan hari ini hari pertama Nesya berangkat sekolah tanpa satu kaki, dan
ia harus berjalan dibantu dengan kruknya.
“Nes….”
Terdengar suara sosok lelaki yang suara itu tidak asing baginya. Lalu ia dengan
segera membalikkan pandangannya kebelakang.
“Chris…”
jawabku dengan senyuman.
“Nes,
aku mau ngomong sama kamu.” Kata Chris kepada Nesya, dan mereka menuju tempat duduk
yang berada disampingnya.
“Apa?”
Tanya Nesya penasaran.
“Jessica
sakit sejak dari rumah sakit kemarin. Dan aku harap kamu bisa mengerti. Aku
harap kamu bisa menjenguknya, dan bisa memaafkan sikap dia selama ini.”
“Nggak
akan pernah!” Nesya masih berkeras pada tekadnya.
“Masihkah
kamu nggak memaafkannya meski dia sudah berada di ujung waktunya? Meski ia
sekarat? Apa kamu tega membiarkannya merasa sakit pada saat mautnya datang? Dia
menunggu maafmu!”
“Meski
ia di ujung maut pun, aku tetap nggak peduli!” Nesya berdiri. Mengapit kruknya
dan berjalan meninggalkan Chris seorang diri.
***
Kini,
tibanya di rumah, Nesya tidak menulis pada buku hariannya, ia sudah merasa capek.
Dan ia langsung menuju kasur kesayangannya untuk beristirahat. Dalam tidurnya,
ia melihat Jessica sedang meregang nyawa. Namun, ketika sampai ditenggorokan,
ruhnya berhenti. Mata Jessica terbelalak sambil menatapnya. Bibir Jessica tak
berhenti mengucap maaf. Dirinya terdiam melihat semua itu. Antara rasa kasihan
dan rasa tak sudi berkecambuk dalam batinnya.
Tetapi,
ia serasa dibisiki oleh malaikat. Ia harus bisa memaafkan Jessica sebelum dia
pergi meninggalkannya untuk selamanya. Dan ia pun menghampiri Jessica. Ia
mengelus tangan Jessica yang sudah mendingin dan memucat. Tak terasa air
matanya tumpah melihat perjuangan orang yang dibencinya. Hatinya menjadi luruh.
Hatinya yang seperti intan, telah hancur. Ia iba pada Jessica.
“Pergilah!
Pegilah dengan tenang! Aku… akan mendoakanmu, semoga kamu mendapat tempat yang
dirahmati Allah.” Bisik Nesya pelan di telinga Jessica yang masih bernafas
meski putus-putus.
Deg.
Nesya tergeragap bangun. Ia meraba pipinya. Masih ada sisa tetes air mata
disana. Sejenak, ia bingung. Namun, ia sadar semua itu hanya mimpi. Ia mencoba
menenangkan hatinya.
“Astaghfirullah!
Ya Allah, apa arti mimpiku? Kalau memang Jessica keadaannya sepeti itu, aku
lahir batin memaafkannya.”
Setelah Nesya
bermimpi seperti itu, mama Nesya memasuki kamarnya. Dan beliau berbica kepada
Nesya, bahwa Jessica kini benar-benar sudah tiada, ia tak akan mungkin bisa
bertemu dengan Jessica lagi, kini Jessica sudah diambil oleh yang Kuasa. Dan
kini air mata mengalir dipipinya Nesya lagi. Dan kini ia pergi menuju rumah
Jessica bersama sang mama.
Saat
Nesya tiba di rumah Jessica, Pak Ridwan beserta keluarganya memohon maaf kepada
Nesya dan memohon agar Nesya bisa memaafkan sikap putrinya itu.
Dan
kini tak ada lagi yang dapat disesali oleh Nesya. Semuanya sudah berjalan
seperti bubur yang dimasak.
***
Setelah
Nesya, Chris dan teman-teman lainnya mendapatkan musibah, kini mereka
mendapatkan kabar suka. Perlombaan pembuatan rubric telah dimenangi oleh Nesya
dan Chris. Akhirnya rasa duka mereka hilang seketika saat kabar suka datang
menghampirinya dengan cepat.
-
SELESAI -
Komentar
Posting Komentar